blog
DepositoBPR by Komunal
20 Agustus 2024
Dari sejumlah jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) adalah dua jenis yang banyak diperbincangkan. Lantas, bagaimana cara menghitung pajak PPN dan PPh? Pada dasarnya, ketentuan kedua jenis pajak ini didasarkan pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
DPP terdiri dari sejumlah indikator dan ketentuan yang akan menentukan nilai pembayaran PPN dan PPh. Untuk membantumu lebih memahami ketentuan pembayaran kedua jenis pajak tersebut, simak pembahasan berikut ini.
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri. Pajak ini diberlakukan atas setiap tahap produksi dan distribusi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak ini akan ditanggung oleh konsumen di tingkat akhir. Selain itu, PPN juga bersifat tidak langsung karena dibayar oleh konsumen akhir, namun dipungut dan disetorkan oleh penjual atau penyedia jasa.
PPh adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud bisa berasal dari berbagai sumber, seperti gaji, keuntungan usaha, honorarium, hadiah, dividen, bunga, dan sewa.
Perhitungan dan dasar pengenaan PPh terbilang cukup rumit mengingat jenisnya yang beragam. Salah satu yang paling populer adalah PPh 21 untuk pengenaan pajak bagi pegawai tetap, tenaga ahli, dan jenis pekerjaan lain yang sudah ditentukan memiliki PPh 21 sendiri.
Di Indonesia, kebanyakan tarif PPN adalah 11% dengan mengacu pada UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dan berlaku sejak 1 April 2022. Tarif ini diberlakukan secara umum untuk hampir semua transaksi penyerahan barang dan jasa kena pajak. Namun, ada beberapa tarif khusus yang merupakan upaya penyederhanaan perhitungan pajak pertambahan nilai.
Pengenaan tarif PPN khusus biasanya berlaku untuk Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu serta bagi sektor usaha tertentu pula. Besarannya bisa 1%, 2%, 3% atau 5% dari peredaran usaha yang nantinya akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Adapun tarif PPh 21 dikenakan secara progresif, di mana penghasilan yang semakin besar dikenai tarif pajak yang lebih tinggi. Berikut adalah tarif PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan terbaru di Indonesia:
Tarif ini berlaku setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP adalah jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak dan berbeda untuk setiap kategori Wajib Pajak, misalnya:
Berikut adalah cara menghitung pajak PPN dan PPh 21 yang perlu dipahami untuk membantu merencanakan estimasi biayanya:
Penetapan tarif PPN 11% mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2021. Berikut adalah contoh kasus sederhana untuk menghitung PPN.
Perusahaan A membeli sejumlah alat percetakan dari Perusahaan D dengan harga jual sebelum pajak Rp10.000.000. Dengan begitu, Perusahaan A akan dikenakan pajak PPN sebesar 11% atas pembelian tersebut. Perhitungannya adalah:
Maka, DPP adalah sebagai berikut:
= 100/111 x Rp10.000.000
= Rp9.009.009
Sehingga PPN dari pembelian barang tersebut adalah:
= 11/111 x Rp10.000.000
= 11% x Rp9.009.009
= Rp990.990
Dengan kata lain, nominal yang harus dibayarkan Perusahaan A kepada Perusahaan D adalah:
= harga beli + tarif PPN
= Rp10.000.000 + Rp990.990
= Rp10.990.990.
Berikut adalah contoh kasus sederhana untuk menghitung PPh 21 pada seorang pegawai perusahaan swasta.
Pak Dipta adalah seorang karyawan di perusahaan swasta dengan gaji bulanan Rp5.000.000 dan biaya jabatan 5%. Ia masih lajang dan telah bekerja selama setahun penuh di perusahaan tersebut. Maka cara menghitung PPh 21 adalah sebagai berikut:
Jika PTKP sebelum menikah dan belum ada tanggungan adalah Rp54.000.000, maka Penghasilan Kena Pajak (PKP):
= Penghasilan Bersih - Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp57.000.000 - 54.000.000
= Rp3.000.000 (PKP)
Selanjutnya, mengacu pada tarif progresif PPh 21 untuk penghasilan sampai Rp60.000.000 maka dikenakan potongan 5%.
= 5% x Penghasilan Kena Pajak
= 5% x Rp3.000.000
= Rp150.000 (Tarif PPh 21)
Kesimpulannya, tarif PPh 21 yang harus dibayarkan Pak Dipta setiap tahun adalah Rp150.000.
Memahami cara menghitung pajak PPN dan PPh merupakan langkah penting dalam mengelola keuangan pribadi dan bisnis. Dengan informasi ini, kamu bisa merencanakan keuangan yang lebih efektif dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Selain menyiapkan pembayaran pajak, langkah bijak finansial lainnya adalah menyisihkan sebagian dana untuk investasi.
Salah satu instrumen investasi aman yang bisa dicoba adalah deposito di DepositoBPR by Komunal. Terdapat penawaran bunga kompetitif dan jaminan keamanan sehingga kamu tidak perlu khawatir saat menginvestasikan dana di DepositoBPR by Komunal.
Bunga yang ditawarkan mencapai 6,75% per tahun sehingga #LebihUntung jika dibandingkan dengan investasi di bank lainnya. Jadi, pastikan #PilihYangTepat untuk “Memenangkan Life Goal" DepositoBPR by Komunal. Tidak hanya itu, keamanan investasi di DepositoBPR by Komunal juga telah dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
Misalnya, setelah mengikuti cara menghitung pajak PPN dan PPh 21 di atas dan mengetahui besaran yang harus dibayarkan, masih ada sejumlah dana yang bisa disisihkan untuk investasi deposito di DepositoBPR by Komunal. Berikut rincian perhitungan keuntungannya:
Dari perhitungan tersebut dapat dilihat jumlah keuntungan yang bisa diperoleh dalam tenor 12 bulan. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, buka rekening deposito di DepositoBPR by Komunal sekarang juga!
Layanan Pengaduan Konsumen
PT. Komunal Sejahtera Indonesia
Telepon : (+62) 31 9921 0252
WhatsApp : +62-851-6310-6672
Email : [email protected]
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI
WhatsApp : +62-853-1111-1010